Enda menambahkan, pembentukan Dewan Media Sosial ini masih belum jelas baik dari konsep, fungsi, peran dan tujuannya. Artinya, kehadiran DMS belum bisa diketahui apakah memang perlu atau tidak.
"Belum kejelasan dari konsep, fungsi, peran dan tujuan didirikannya Dewan Media Sosial ini. Jadi, saya belum bisa memastikan, apakah DMS ini perlu dihadirkan atau tidak," katanya lagi.
Menurut Enda, Indonesia bukanlah negara pertama yang memiliki Dewan Media Sosial. Di negara lain, ada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yakni Article 19 yang menangani tentang kebebasan berekspresi di media sosial.
"Di luar negeri ini ada lembaga yang mirip dengan DMS seperti Article 19. LSM ini bergerak di bidang kebebasan berekpresi yang pusatnya di UK supaya platform-platform media sosial tidak terlalu berkuasa. Kehadiran Article 19 tak lepas dari sejumlah media sosial yang melakukan moderasi konten dan menyebabkan kebebasan berpendapat sedikit terhalang," jelasnya.
Baca Juga:
Gara-gara Ini, Kominfo Ancam Denda Platform Digital Sebesar Rp500 Juta
Di sisi lain, Menteri Budi Arie meminta masyarakat tidak salah mengartikan diskusi yang tengah berkembang. Menkominfo menegaskan tidak mungkin Dewan Media Sosial membatasi kebebasan berpendapat publik di platform media sosial.
“Supaya jangan salah tangkap, dipelintir lagi, Pemerintah ngawasi media sosial? Tidak! Ini yang rekomendasi organisasi internasional, UNESCO. Nanti saya berikan draft-nya UNESCO kalau kalian mau naskah akademiknya,” tegasnya.