Contact Information

Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260

We're Available 24/ 7. Call Now.
AI vs Pertanian: Perang Diam-diam untuk Listrik dan Air
SHARE:

Bayangkan sebuah dunia di mana pusat data raksasa yang menjalankan kecerdasan buatan modern bersaing dengan lahan pertanian untuk mendapatkan setetes air terakhir dan kilowatt listrik terakhir. Bukan plot film fiksi ilmiah, ini adalah realitas yang mulai mengemuka di balik gegap gempita revolusi AI. Sementara kita terpesona dengan kemampuan ChatGPT dan model AI lainnya, ada pertarungan diam-diam yang sedang berlangsung—pertarungan untuk sumber daya yang sama yang kita butuhkan untuk bertahan hidup.

Negeri-negeri di seluruh dunia sedang membangun infrastruktur AI dengan gegap gempita, termasuk investasi miliaran dolar untuk pusat data yang menampung dan mengelola server penting. Namun, di balik kemajuan teknologi ini tersembunyi fakta mengkhawatirkan: pusat data adalah monster yang rakus energi dan air, diperlukan untuk menyalakan server dan mendinginkan sistem yang terus bekerja. Konsumsi besar-besaran ini berpotensi menciptakan tekanan pada industri yang sama pentingnya untuk masa depan suatu negara: pertanian.

"Listrik yang kita gunakan untuk pusat data dan chip AI kita? Jangan lupa bahwa listrik itu juga dibutuhkan untuk menanam makanan," tegas Gerard Lim, CEO Agroz, startup pertanian vertikal, dalam Fortune Innovation Forum di Kuala Lumpur, Malaysia. Pernyataan ini bukan sekadar peringatan, melainkan gambaran nyata dari dilema yang dihadapi banyak negara yang sedang mengalami transformasi digital.

Ketegangan Sumber Daya yang Semakin Nyata

Bukti-bukti ketegangan ini sudah mulai terlihat di berbagai penjuru dunia. Singapura, misalnya, sempat menghentikan sementara investasi pusat data pada 2019 karena kekhawatiran tentang penggunaan listrik dan konsumsi air. Sementara di Amerika Serikat, harga listrik meningkat di negara bagian dengan konstruksi pusat data yang masif, seperti Virginia. Tren ini mengindikasikan bahwa persaingan untuk sumber daya energi tidak lagi sekadar teori.

"Jangan lupakan manusia dalam persamaan ini—karena energi yang digunakan semua pusat data ini pada akhirnya akan menyisihkan sektor manusia," Lim memperingatkan. Peringatan ini menjadi semakin relevan mengingat bahwa listrik tidak hanya menggerakkan server AI, tetapi juga sistem irigasi, rumah kaca, dan seluruh rantai pasok makanan modern.

Solusi pendinginan yang lebih efisien seperti yang ditawarkan oleh Schneider Electric & Motivair dengan teknologi liquid cooling mungkin dapat membantu mengurangi beban energi, namun tetap tidak menghilangkan kebutuhan dasar akan sumber daya tersebut.

Tekanan Ganda: Populasi dan Perubahan Pola Makan

Di atas persaingan sumber daya, populasi yang terus berkembang dan meningkatnya kekayaan juga berarti permintaan yang lebih tinggi terhadap makanan berkualitas. "Apa yang mendorong permintaan makanan yang cepat adalah kebiasaan makan kita yang berubah. Saat kita menjadi lebih kaya, kita menginginkan lebih banyak protein," jelas Richard Skinner, partner di modal swasta dari Olivia Wyman.

Kekhawatiran ini bergema di kalangan pakar lainnya. Lensey Chen, Presiden Asia-Pasifik di Novonesis, perusahaan biosolusi, menyoroti skala tantangan yang dihadapi. "Pada 2050, akan ada tambahan 50%

SHARE:

Nvidia Bakal Jadi Raksasa Pendapatan Dunia, Ini Bocorannya!

SMBC Indonesia Tech Connect 2025: AI Jadi Fondasi Masa Depan Keuangan