Contact Information

Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260

We're Available 24/ 7. Call Now.
Studio Ghibli Desak OpenAI Hentikan Pelatihan AI dengan Konten Berhak Cipta
SHARE:

Technologue.id, Jakarta - Sebuah organisasi perdagangan Jepang yang mewakili sejumlah penerbit besar, termasuk studio legendaris Studio Ghibli, telah mengirim surat resmi kepada OpenAI pada minggu lalu. Surat tersebut berisi permintaan agar raksasa kecerdasan buatan asal Amerika Serikat itu berhenti melatih model AI-nya menggunakan konten berhak cipta tanpa izin.

Studio Ghibli, yang dikenal di seluruh dunia lewat karya ikonik seperti Spirited Away dan My Neighbor Totoro, menjadi salah satu pihak yang paling terdampak oleh perkembangan teknologi AI generatif. Sejak OpenAI merilis generator gambar terintegrasi dalam ChatGPT pada Maret lalu, tren baru bermunculan di media social. Pengguna ramai-ramai membuat ulang swafoto atau foto hewan peliharaan mereka dalam gaya khas film-film Ghibli.

Fenomena ini semakin menarik perhatian publik ketika CEO OpenAI, Sam Altman, mengubah foto profilnya di platform X (sebelumnya Twitter) menjadi gambar dirinya dalam versi “Ghibli”. Meskipun banyak yang menganggapnya sebagai bentuk apresiasi terhadap seni Ghibli, bagi para pencipta dan pemegang hak cipta, praktik semacam ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang pelanggaran hak kekayaan intelektual.

Baca Juga:
Gempar! Sora OpenAI Dibanjiri Deepfake Sam Altman yang Hiper-Realistis

Seiring dengan semakin luasnya akses publik terhadap Sora, generator video terbaru dari OpenAI, kekhawatiran tentang penyalahgunaan konten berhak cipta meningkat. Asosiasi Distribusi Konten Luar Negeri Jepang (CODA) kini secara resmi meminta agar OpenAI tidak menggunakan karya anggotanya untuk pelatihan mesin AI tanpa izin terlebih dahulu.

CODA menegaskan bahwa pelatihan AI dengan menggunakan karya berhak cipta tanpa persetujuan pemiliknya dapat melanggar hukum hak cipta Jepang. Permintaan ini juga merupakan bentuk peringatan dini terhadap praktik perusahaan teknologi yang dinilai cenderung “meminta maaf, bukan izin”.

OpenAI bukanlah satu-satunya perusahaan yang menghadapi kritik terkait isu hak cipta. Pendekatan yang digunakan dalam melatih model AI mereka membuat sistem tersebut dapat dengan mudah menghasilkan gambar atau video yang menyerupai karakter, selebritas, atau tokoh publik, termasuk mereka yang telah meninggal dunia.

Hal ini telah menimbulkan keluhan dari berbagai pihak, mulai dari Nintendo hingga ahli waris Dr. Martin Luther King, Jr., yang khawatir bahwa AI seperti Sora dapat digunakan untuk memproduksi konten palsu dengan mudah.

Meskipun CODA dapat menempuh jalur hukum jika OpenAI menolak memenuhi permintaan tersebut, posisi hukum mengenai pelatihan AI dengan materi berhak cipta masih belum jelas, terutama di Amerika Serikat. Undang-undang hak cipta AS terakhir diperbarui pada tahun 1976, jauh sebelum era kecerdasan buatan modern.

Baca Juga:
Kalah Saing, Elon Musk Gugat Apple dan OpenAI

Baru-baru ini, hakim federal AS William Alsup memutuskan bahwa perusahaan AI Anthropic tidak melanggar hukum ketika melatih modelnya menggunakan buku-buku berhak cipta, meskipun Anthropic tetap dikenai denda karena membajak salinan buku tersebut tanpa izin. Putusan ini menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan besar dalam regulasi yang mengatur penggunaan data berhak cipta untuk pelatihan AI.

Berbeda dengan AS, Jepang memiliki landasan hukum yang dapat menafsirkan penggunaan karya berhak cipta tanpa izin sebagai pelanggaran langsung, terutama jika konten tersebut digunakan untuk kepentingan komersial. CODA berpendapat bahwa tindakan OpenAI dapat digolongkan sebagai pelanggaran hak cipta di bawah hukum Jepang, dan pihaknya siap mempertimbangkan langkah hukum jika diperlukan.

"Dalam kasus-kasus, seperti Sora 2, di mana karya berhak cipta tertentu direproduksi atau dihasilkan dengan cara serupa sebagai keluaran, CODA menganggap bahwa tindakan replikasi selama proses machine learning dapat merupakan pelanggaran hak cipta," tulis CODA. "Berdasarkan sistem hak cipta Jepang, izin sebelumnya umumnya diperlukan untuk penggunaan karya berhak cipta, dan tidak ada sistem yang memungkinkan seseorang menghindari tanggung jawab atas pelanggaran melalui keberatan selanjutnya."

Hayao Miyazaki, salah satu tokoh kreatif utama Studio Ghibli, belum berkomentar langsung tentang maraknya interpretasi yang dihasilkan AI atas karyanya. Namun, ketika ia diperlihatkan animasi 3D yang dihasilkan AI pada tahun 2016, ia menjawab bahwa ia "sangat jijik."

"Saya tidak bisa menonton hal-hal seperti ini dan menganggapnya menarik," katanya saat itu. "Saya merasa sangat yakin bahwa ini merupakan penghinaan terhadap kehidupan itu sendiri."

SHARE:

GRYPHLINE Buka Pendaftaran untuk Beta Test II Arknights: Endfield

Perempuan Nekat Lompat dari Motor Karena Hampir Diculik Driver Ojek Online