Technologue.id, Jakarta - Industri keuangan merupakan sektor yang paling sering terkena serangan siber sejalan dengan masifnya transformasi digital sektor perbankan.
Pertumbuhan layanan keuangan digital di Indonesia, seperti di wilayah lainnya, menciptakan risiko baru nan tinggi bagi pengguna dan penyedia layanan.
Baca Juga:
Kaspersky Deteksi Dua Kubu Ransomware Baru Serang Asia Pasifik
"Bagi sebagian besar penjahat dunia maya, meperoleh uang dengan mudah adalah motivasi utama. Dan sektor keuangan diposisikan secara unik untuk menjadi target serangan terlepas dari tren yang ada," kata Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky.
Namun dengan pembatasan sosial dan peningkatan pengaturan kerja jarak jauh, tidak semua bank siap menangani ancaman dunia maya.
Tahun lalu, aplikasi perbankan digital Amerika mengalami insiden serangan siber oleh kelompok peretas bernama ShinyHunters yang mengakibatkan lebih dari 7,5 juta informasi pribadi pengguna seperti nama dan nomor jaminan sosial diposting secara publik di forum peretasan.
Dengan hampir separuh organisasi mengalami kesulitan menemukan perbedaan antara ancaman nyata dan positif palsu, tim keamanan justru dibiarkan “buta” alih-alih memprioritaskan ancaman yang dapat ditindaklanjuti dengan benar. Ini akan membuka celah untuk serangan tak terduga bagi organisasi.
Baca Juga:
Kaspersky: Serangan DDoS Menurun Pada Kuartal Pertama 2021
"Meskipun merupakan tanggung jawab besar bagi bank dan penyedia layanan keuangan untuk mengamankan sistem virtual mereka, berinvestasi dalam solusi paling cerdas sangat penting karena mereka membangun pertahanan siber untuk melindungi pelanggan dan bisnis secara lebih baik," tutur Yeo.
Karena sebagian besar pengguna mengakses layanan keuangan digital melalui ponsel cerdas, bank dapat dengan mudah memperingatkan klien terhadap upaya serangan siber yang sedang berlangsung di mana biasanya melibatkan tautan phishing pada email palsu yang menyamar sebagai bank.