Technologue.id, Jakarta - Apple resmi membuka pre-order iPhone Air di lebih dari 60 negara di seluruh dunia. Namun, peluncuran yang seharusnya berlangsung serentak mengalami hambatan di Tiongkok, salah satu pasar terpenting bagi Apple. Meskipun pre-order di Tiongkok telah dimulai 12 September 2025, namun para penggemar di sana harus menunggu lebih lama.
Menurut laporan dari The South China Morning Post, penundaan ini disebabkan oleh kendala regulasi terkait penggunaan eSIM di Tiongkok. iPhone Air adalah model pertama dalam lini iPhone yang sepenuhnya mengandalkan eSIM tanpa slot kartu fisik. Perubahan ini membawa tantangan tersendiri di wilayah yang memiliki kebijakan ketat terhadap infrastruktur telekomunikasi.
Baca Juga:
5 Hal yang Dikorbankan iPhone Air Agar Punya Desain Tipis
Apple dilaporkan tengah bekerja sama erat dengan otoritas terkait di Tiongkok daratan untuk mengatasi hambatan kepatuhan ini. Meskipun ketiga operator utama di negara tersebut, yaitu China Mobile, China Unicom, dan China Telecom, telah menyatakan kesiapan teknis mereka dalam mendukung eSIM untuk iPhone Air, perusahaan masih memerlukan persetujuan akhir dari regulator sebelum dapat melanjutkan proses penjualan.
Saat ini, halaman pre-order iPhone Air di situs resmi Apple Store Tiongkok menampilkan pemberitahuan:
"Informasi rilis akan diperbarui nanti."
Ini menunjukkan bahwa Apple belum dapat memastikan kapan perangkat tersebut akan tersedia untuk konsumen di Tiongkok.
Baca Juga:
iPhone Air Jadi Ponsel Tertipis Apple Sepanjang Masa
Penundaan ini merupakan tantangan strategis bagi Apple, mengingat Tiongkok adalah salah satu pasar terbesar dan paling kompetitif untuk smartphone. Inovasi seperti eSIM memang menawarkan efisiensi dan fleksibilitas bagi pengguna, namun juga memerlukan dukungan penuh dari ekosistem regulasi dan operator lokal.
Apple sebelumnya telah mulai mengadopsi eSIM secara lebih luas di beberapa wilayah, terutama di Amerika Serikat. Namun, adopsi penuh di pasar seperti Tiongkok, di mana regulasi telekomunikasi lebih ketat, menunjukkan bahwa transformasi digital tidak hanya soal teknologi, tetapi juga soal penyesuaian kebijakan.