Technologue.id, Jakarta – Meta kembali berada di bawah sorotan publik setelah dokumen pengadilan yang tidak disunting menunjukkan bahwa perusahaan tersebut diduga menghentikan penelitian internal mengenai dampak penggunaan Facebook terhadap kesehatan mental.
Dokumen tersebut muncul dalam gugatan yang diajukan oleh beberapa distrik sekolah di Amerika Serikat terhadap perusahaan-perusahaan media sosial besar, sebagaimana dilaporkan oleh Reuters. Para penggugat menuduh perusahaan-perusahaan tersebut mengetahui risiko kesehatan dari platform mereka, namun sengaja menutupinya dari pengguna.
Baca Juga:
Meta Perluas Perlindungan Akun Remaja ke Lebih Banyak Jenis Akun
Pada tahun 2020, Meta meluncurkan sebuah proyek penelitian bernama Project Mercury. Dalam proyek ini, para ilmuwan Meta bekerja sama dengan perusahaan survei Nielsen untuk menyelidiki bagaimana "penonaktifan/deactivating" Facebook memengaruhi para penggunanya.
Hasil awal riset ini dilaporkan menunjukkan bahwa orang yang berhenti menggunakan Facebook mengalami tingkat depresi, kecemasan, dan kesepian yang lebih rendah. Namun, menurut gugatan tersebut, ketika Meta mengetahui temuan ini, perusahaan justru menghentikan proyek tersebut, memilih untuk tidak mempublikasikan hasilnya, dan menyebut bahwa temuan itu telah terkontaminasi oleh narasi media yang sedang berkembang terkait citra perusahaan.
Dokumen internal yang dikutip dalam gugatan bahkan menyebut para peneliti Meta mengakui validitas temuan tersebut. Salah satu peneliti menulis bahwa “studi Nielsen menunjukkan dampak kausal pada perbandingan sosial.” Peneliti lain bahkan membandingkan situasi ini dengan industri tembakau yang melakukan riset dan mengetahui rokok itu buruk, lalu menyimpan informasi itu untuk diri mereka sendiri.
Tuduhan ini mengingatkan publik pada kasus terkenal mengenai keputusan internal Shell dan Exxon pada 1980-an untuk menyembunyikan riset mereka sendiri yang menunjukkan bahwa bahan bakar fosil dapat menyebabkan perubahan iklim yang parah.
Baca Juga:
Kolase AI Facebook: Fitur Baru yang Bikin Galeri Foto Anda "Hidup" Lagi
Dalam pernyataan yang diperoleh Reuters, juru bicara Meta membantah tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa catatan lengkap akan menunjukkan bahwa selama lebih dari satu dekade, kami telah mendengarkan orang tua, meneliti isu-isu yang paling penting, dan membuat perubahan nyata untuk melindungi remaja. Meta menyoroti fitur Akun Remaja Instagram sebagai bukti komitmen perusahaan terhadap keselamatan pengguna muda.
“Kami sangat tidak setuju dengan tuduhan ini, yang didasarkan pada kutipan-kutipan yang dipilih secara cermat dan opini yang salah informasi,” lanjut pernyataan tersebut.
Meta juga tengah berupaya untuk mencegah publikasi dokumen-dokumen yang menjadi dasar tuduhan ini. Perusahaan berargumen bahwa apa yang ingin diungkapkan para penggugat terlalu luas. Gugatan-gugatan yang berasal dari ratusan distrik sekolah ini kini dikonsolidasikan dan ditangani oleh Pengadilan Distrik Utara California, dengan sidang terkait permintaan pengungkapan dokumen dijadwalkan pada 26 Januari.
Ini bukan pertama kalinya Meta dituduh menyimpan penelitian internal yang menunjukkan dampak negatif platformnya. Pada 2023, perusahaan tersebut menghadapi gugatan besar dari 41 negara bagian AS serta Distrik Columbia atas tuduhan bahwa platform Meta membahayakan dan membuat pengguna muda kecanduan. Dalam kasus tersebut, seorang hakim menyatakan bahwa Meta berupaya memblokir akses terhadap riset internal yang menunjukkan efek merugikan media sosial terhadap kesehatan mental remaja.
Kasus ini muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran global mengenai dampak media sosial terhadap kesehatan mental, khususnya bagi anak-anak dan remaja. Malaysia menjadi negara terbaru yang berencana melarang akses media sosial bagi pengguna di bawah umur, mengikuti jejak negara-negara seperti Denmark dan Australia yang telah mempertimbangkan atau menerapkan kebijakan serupa.