Contact Information

Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260

We're Available 24/ 7. Call Now.
Faktor Penyebab Kegagalan Headset VR Berkembang di Pasar
SHARE:

Technologue.id, Jakarta - Ekosistem industri virtual reality alias VR tak memperlihatkan kemajuan yang positif. Perangkat seperti headset VR hingga kacamata augmented reality (AR) di seluruh dunia justru menurun drastis.

Menurut data dari CCS Insight, pengiriman headset VR dan AR ke seluruh dunia dilaporkan turun 12% menjadi 9,6 juta tahun 2023. Sementara itu, berdasarkan laporan yang dibagikan oleh firma riset NPD Group, penjualan headset VR di AS juga merosot 2% dari tahun sebelumnya menjadi US$1,1 miliar (Rp17 triliun) pada awal Desember.

Melansir situs uviaus, ada beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa VR pasti akan sulit berkembang jika produsen perangkat tidak melakukan sesuatu untuk mengatasinya.

Baca Juga:
Apple Ungkap 600 Lebih Aplikasi untuk Headset Vision Pro

Tentang penggunaan teknologi AR/VR, kebanyakan konsumen masih menganggap, teknologi AR/VR akan digunakan di industri game. Selain game, beberapa industri lain yang dianggap akan bisa memanfaatkan teknologi AR/VR adalah film dan TV, siaran olahraga, edukasi, dan media sosial.

Selain itu, masalah terbesar untuk membuat VR diterima oleh masyarakat luas adalah harga perangkat VR yang mahal. Headset terbaru dari Apple yakni Vision Pro dihargai lebih dari Rp50 juta. Tak hanya itu, Anda juga harus membeli PC yang cukup powerful untuk bisa menggunakan headset VR tersebut.

Menumbuhkan pasar VR, maka pelaku industri VR harus bisa menunjukkan manfaat yang bisa konsumen dapat dari teknologi VR. Selain itu, mereka juga punya pekerjaan rumah untuk menurunkan harga dari perangkat VR agar menjadi lebih terjangkau.

Kabar baiknya, saat ini, sudah ada perangkat VR yang harganya lebih murah dari Apple Vision Pro atau perangkat VR kelas atas lainnya. Salah satunya adalah Oculus Quest, yang ada di rentang harga Rp5 jutaan. Masalahnya, headset VR murah meriah biasanya tidak akan memberikan pengalaman semulus headset VR mahal. Buktinya, orang-orang yang menggunakan headset VR kelas bawah atau menengah biasanya mengeluhkan bahwa mereka mengalami motion sickness. Pengalaman yang buruk saat menggunakan teknologi VR justru bisa membuat konsumen mempertanyakan legitimasi teknologi VR.

Baca Juga:
Meski Berteknologi Canggih, Perangkat Headset VR Ternyata Minim Peminat

Selain harga headset yang mahal, masalah lain yang menghambat industri VR tumbuh adalah konten. Jika dibandingkan dengan konten biasa, konten VR masih jauh lebih sedikit. Padahal, salah satu cara untuk menarik konsumen untuk membeli headset VR adalah dengan mengiming-imingi mereka dengan konten. Memang, jumlah konten VR akan bertambah dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna VR. Hanya saja, pasar VR tidak akan bisa tumbuh jika tidak ada konten yang membuat konsumen tertarik untuk membeli VR.

Kabar baik untuk pelaku industri AR, harga perangkat yang mahal bukanlah masalah di industri AR. Karena, untuk mencoba menggunakan teknologi AR, Anda tidak perlu mengeluarkan uang banyak. Hanya dengan smartphone, Anda sudah bisa merasakan pengalaman menggunakan AR. Pokemon Go adalah contoh penggunaan teknologi AR yang sangat sukses.

Masih belum jelas apakah perangkat VR akan pulih kembali pada tahun 2024. Namun mengingat klaim Apple terhadap pre-order Vision Pro yang panen pesanan, kemungkinan besar antusiasme konsumen telah tumbuh.

SHARE:

Riset HP: Adopsi AI di Dunia Kerja Indonesia Alami Peningkatan

5 Seri Laptop HP Terbaru yang Punya Kemampuan AI