Technologue.id, Jakarta - Perusahaan pelaporan kredit global, TransUnion, mengonfirmasi telah terjadi pelanggaran data serius yang berdampak pada lebih dari 4,4 juta informasi pribadi pelanggan. Kabar ini terungkap melalui pengajuan resmi ke kantor Jaksa Agung negara bagian Maine, Amerika Serikat, pada hari Kamis (28/8) waktu setempat.

Insiden tersebut dikaitkan dengan akses tidak sah ke sebuah aplikasi pihak ketiga yang digunakan dalam operasi dukungan konsumen AS milik TransUnion. Perusahaan menyatakan bahwa pelanggaran itu terjadi pada 28 Juli, dan pihaknya telah melakukan investigasi internal untuk menelusuri sumber dan skala dampak pelanggaran.

TransUnion mengklaim bahwa tidak ada informasi kredit yang diakses dalam insiden ini. Namun, hingga kini, perusahaan belum memberikan bukti langsung untuk mendukung pernyataan tersebut.

Dalam pemberitahuan resmi pelanggaran data tersebut, TransUnion juga tidak merinci secara spesifik jenis data pribadi yang dicuri. Apakah mencakup nama, alamat, nomor identitas, atau informasi sensitif lainnya. Ketidakjelasan ini menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak mengenai potensi risiko penyalahgunaan data oleh pelaku.

TransUnion menyebut bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah penanganan dan memperkuat sistem keamanan, meski detail teknis mengenai tindakan tersebut tidak diungkap secara menyeluruh. Perusahaan juga menyampaikan bahwa mereka telah memberitahu para pelanggan yang terdampak dan menawarkan layanan pemantauan identitas sebagai bentuk tanggung jawab.

Kasus ini menambah daftar panjang insiden pelanggaran data yang terjadi di sektor keuangan dan teknologi dalam beberapa tahun terakhir. Dengan posisi TransUnion sebagai salah satu lembaga pelaporan kredit terbesar dunia, insiden ini menjadi peringatan serius terhadap pentingnya pengamanan data dalam layanan konsumen yang sangat sensitif.