Contact Information

Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260

We're Available 24/ 7. Call Now.
AI Generatif Bikin Pusing, 67% Pakar Keamanan Australia Susah Tidur
SHARE:

Pernahkah Anda merasa khawatir hingga sulit tidur karena memikirkan pekerjaan? Bayangkan bagaimana perasaan para pemimpin teknologi Australia yang harus berhadapan dengan ancaman siber yang semakin canggih, kompleksitas regulasi yang membelit, dan tekanan eksekutif yang tak kunjung reda. Sebuah survei terbaru mengungkapkan bahwa mereka benar-benar kehilangan tidur—dan penyebab utamanya adalah teknologi yang seharusnya memudahkan hidup: artificial intelligence (AI) generatif.

Dalam lanskap digital yang terus berubah dengan kecepatan luar biasa, para Chief Information Security Officer (CISO) dan profesional keamanan siber menghadapi badai sempurna. Mereka tidak hanya harus melindungi organisasi dari serangan ransomware yang semakin merusak, tetapi juga harus mengantisipasi ancaman baru yang lahir dari AI generatif dan deepfake. Teknologi yang menjanjikan efisiensi ini justru menjadi sumber mimpi buruk bagi mereka yang bertanggung jawab atas keamanan digital.

Survei global oleh ISACA, badan keamanan siber terkemuka, memberikan gambaran yang mengkhawatirkan tentang tekanan yang dihadapi para pemimpin teknologi Australia. Dengan nearly 3,000 profesional keamanan global yang disurvei, temuan ini bukan sekadar angka statistik—ini adalah cerita tentang manusia yang berjuang menjaga keseimbangan di tepi jurang technological disruption.

AI Generatif: Ancaman atau Peluang?

Data dari ISACA's 2026 Tech Trends & Priorities Pulse Poll menunjukkan bahwa 64% responden dari kawasan Oceania menempatkan AI generatif dan large language models sebagai tren teknologi paling penting di tahun 2026. Angka ini bahkan mengalahkan AI dan machine learning tradisional (60%), privasi data dan kedaulatan data (34%), serta risiko rantai pasok (34%).

Namun di balik potensi transformatifnya, AI generatif menyimpan kekhawatiran mendalam. Sebanyak 67% profesional risiko dan keamanan mengaku bahwa ancaman siber yang digerakkan AI dan deepfake akan membuat mereka terjaga di malam hari pada tahun 2026. Yang lebih mengkhawatirkan, hanya 8% yang merasa sangat siap untuk mengelola risikonya.

Fenomena ini mengingatkan kita pada perkembangan teknologi AI generatif yang didorong oleh penyedia cloud besar, di mana adopsi masif seringkali tidak diimbangi dengan kesiapan keamanan yang memadai. Sementara bisnis berlomba-lomba mengadopsi teknologi ini untuk efisiensi, aspek keamanan seringkali menjadi korban.

Tekanan yang Tak Kunjung Reda

Bagi industri yang sudah sangat stres, ancaman baru dari AI generatif hanya memperburuk keadaan. Tekanan pada CISO sebenarnya sudah ada jauh sebelum kemunculan AI generatif, namun teknologi ini memperuncing situasi yang sudah rentan.

Survei Proofpoint's 2025 Voice of the CISO yang melibatkan 1,600 CISO mengungkap fakta mencengangkan: 76% CISO Australia telah menghadapi kehilangan material informasi sensitif dalam 12 bulan terakhir. Lebih menekan lagi, 80% CISO Australia merasa mereka dianggap bertanggung jawab secara pribadi ketika insiden keamanan siber terjadi—jauh di atas rata-rata global 67%.

"AI generatif menambah tekanan pada CISO untuk mengamankan organisasi mereka di tengah lanskap ancaman dan teknologi yang berubah dengan cepat," temuan Proofpoint menunjukkan. "Ekspektasi tinggi dan jumlah yang semakin meningkat merasakan tekanan serta mengalami burnout."

Biaya Manusia yang Terlupakan

Tekanan ini tidak hanya berdampak pada performa kerja, tetapi juga pada kesehatan fisik dan mental para profesional keamanan. Kisah tentang mantan CISO SolarWinds Tim Brown yang mengalami serangan jantung menyoroti betapa besarnya dampak manusia dari tekanan ini. Brown tidak hanya berjuang membersihkan kekacauan dari major SolarWinds breach tahun 2020, tetapi juga didakwa melakukan penipuan oleh SEC Amerika Serikat.

Jamie Norton, Wakil Ketua Dewan ISACA, menggambarkan situasi ini dengan tepat: "Para pemimpin keamanan berhadapan dengan ancaman konstan yang digerakkan AI, regulasi yang lebih ketat, dan ekspektasi yang tumbuh dari eksekutif, sementara mereka berjuang untuk menemukan dan mempertahankan orang yang tepat. Ini adalah badai sempurna yang menuntut fokus kepemimpinan yang lebih kuat pada kemampuan, kesejahteraan, dan manajemen risiko."

Konteks ini menjadi semakin relevan mengingat pentingnya diversifikasi dalam penguasaan AI generatif, di mana perspektif yang berbeda dapat membantu menciptakan pendekatan keamanan yang lebih komprehensif.

Kesiapan yang Tidak Merata

Sementara Gartner memprediksi pengeluaran ICT global akan tumbuh 9.8% tahun depan dan melewati $9 triliun untuk pertama kalinya—banyak didorong oleh teknologi AI generatif—kesiapan organisasi untuk mengelola teknologi ini ternyata tidak merata.

Jo Stewart-Rattray, Duta ISACA Oceania dan ACS Fellow, menyoroti kesenjangan yang mengkhawatirkan: "Dengan hanya 8% yang mengatakan mereka merasa sangat siap untuk risiko AI generatif, ada kebutuhan mendesak untuk menyeimbangkan eksperimen dan penggunaan dengan pengawasan yang kuat."

Kekhawatiran ini diperkuat oleh temuan bahwa 45% profesional paling khawatir tentang "kerusakan yang tidak dapat diperbaiki" jika mereka gagal mendeteksi atau merespons pelanggaran besar. Sementara 41% khawatir tentang kerentanan rantai pasok seperti yang menimpa perusahaan seperti Qantas, Dymocks, dan British Airways.

Tantangan Rekrutmen di Era AI

Masalahnya tidak berhenti pada teknologi saja. Sekitar 37% organisasi Australia berharap dapat memperluas perekrutan tahun depan dibandingkan tahun ini, namun sepertiga yang berencana merekrut profesional audit, risiko, dan keamanan siber tahun depan memperkirakan akan mengalami masalah dalam menemukan orang yang tepat.

Kesenjangan ini diidentifikasi dalam laporan utama OECD Science, Technology and Innovation Outlook baru-baru ini, yang mencatat bahwa aspek keamanan dan ketahanan dari kebijakan sains, teknologi, dan inovasi Australia "relatif kurang terlihat."

Inilah inti dari ketakutan yang dibawa oleh responden survei ISACA—dengan kepatuhan dipandang sangat penting, namun 30% tidak terlalu siap atau tidak siap sama sekali untuk memberikan pengawasan yang mereka butuhkan. Situasi ini semakin kompleks dengan perkembangan teknologi AI generatif terbaru yang terus bermunculan, menciptakan lanskap ancaman yang terus berevolusi.

Mencari Keseimbangan di Tengah Badai Teknologi

Teknis issues seperti miskonfigurasi cloud dan shadow IT (disebutkan oleh 38% responden) juga menyebabkan eksekutif keamanan bolak-balik di tempat tidur, seperti juga kekhawatiran bahwa kompleksitas regulasi (36%) akan memberikan tekanan yang semakin besar pada praktik keamanan.

Untuk mengatasi ini, responden menamakan kepatuhan regulasi (58%), kelangsungan bisnis dan ketahanan (52%), serta migrasi cloud dan keamanan (48%) sebagai area fokus utama—dengan tiga perempat mengharapkan regulasi siber akan meningkatkan kepercayaan digital.

Pertanyaannya sekarang adalah: bisikan kita menemukan keseimbangan antara inovasi dan keamanan? Antara adopsi teknologi transformatif dan pengelolaan risikonya? Jawabannya mungkin terletak pada pendekatan yang lebih holistik—yang tidak hanya berfokus pada teknologi, tetapi juga pada manusia yang mengelolanya, proses yang mengaturnya, dan budaya organisasi yang mendukungnya.

Dalam dunia di mana AI generatif menjadi baik berkat dan kutukan, para pemimpin teknologi Australia—dan mungkin global—harus menemukan cara untuk tidur nyenyak lagi. Bukan dengan mengabaikan ancaman, tetapi dengan membangun ketahanan yang memungkinkan mereka menghadapi badai teknologi dengan percaya diri dan persiapan yang memadai.

SHARE:

Spotify Hadirkan Statistik Mendengarkan Mingguan

Apple Berencana Siapkan Penerus iPhone Air Tahun Depan